Sabtu, 14 Desember 2013

Definisi THE LOW OF DIMISHING RETRUNS

Law of diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. 

Teori ini menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas yang lebih rendah dan fase ketiga adalah diminishing returns.

Fase pertama adalah fase increasing returns. Contoh logis adalah misalnya kita mempunyai sawah, dengan input petani. Satu sawah memiliki kapasitas petani sebanyak 10 orang. Maka, ketika kita menempatkan satu orang petani disana, kita akan mendapatkan output (beras). Begitu juga jika ditambah terus sampai misalnya angka 7. Ketika level petani sudah berada pada angka 7, output akan stabil dan terus menerus meningkat. Begitu juga jika sampai 8, 9 dan 10, pendapatan terus meningkat.

Namun, pendapatan ketika 7 petani disawah dengan 10 petani berbeda. Secara logika kita bisa melihat, misalnya saja para petani, ketika semakin banyak yang terlibat, akan secara psikologis bertambah malas. Atau mereka juga bisa bertambah susah dalam bekerja, karena sawah yang mereka garap semakin penuh. Tapi, pendapatan tetap meningkat. Oleh karena itu, posisi ketika petani sebanyak 8 sampai 10 bisa dikatakan fase 2 dari teori ini.

Fase 3 adalah fase diminishing. Bayangkan jika sawah yang oleh 10 orang saja sudah sempit, ditambah lagi dengan 1,2, bahkan tiga orang lagi. Maka sawah akan semakin penuh. Disinilah timbul pendapatan yang menurun. Petani yang ada disana tidak produktif. Bahkan, pemilik sawah juga harus membayar lebih dari 10 petani, yang mana sawah itu sendiri hanya bisa menghasilkan output yang dilakukan oleh 10 petani.

Otomatis, pemilik sawah harus membayar lebih untuk itu, sehingga pendapatan mereka akan semakin menurun. Sawah juga akan semakin sesak jika diisi oleh lebih dari 10 orang, bisa jadi mereka justru mencangkul kaki dari petani yang lain, karena lahan nya sudah habis.

Demikianlah mengapa pendapatan bisa justru menurun jika angka buruh pada suatu pabrik terlalu banyak. Pabrik bisa rugi dan tidak bisa membayar para buruh, sehingga sampailah pada keputusan untuk melakukan PHK.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2079431-law-diminishing-return/#ixzz2nR75XcWc

Pengertian dari ONTOLOGI , EPISTIMOLOGI dan AKSIOLOGI


Definisi Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi
1. Epistemologi
Berasal dari kata Yunani, Episteme dan Logos. Episteme artinya adalah pengetahuan. Logos artinya teori. Epistemologi adalah sebuah kajian yang mempelajari asal mula, atau sumber, struktur dan metode pengetahuan. Epistemologi berusaha menjawab bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau tehnik atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
2. Ontologi
Ontologi adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, yaitu hal-hal atau benda-benda empiris. Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui. Ontologi menganalisa tentang objek apa yang diteliti ilmu? Bagaimana wujud yang sebenar-benarnya dari objek tersebut? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (misalnya: berpikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan pengetahuan?.
3. Aksiologi
  • Aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material (Koento, 2003: 13).
  • Definisi Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
  • Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157)
-Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
-Langeveld berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama: etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?
Teori Agenda Setting dalam tiga perspektif: Epistemologi, Ontologi, Aksiologi
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”,penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas sosial kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita.
Pada teori ini, media tidak menentukan what to think, tetapi what to think about. Teori ini berdiri atas asumsi bahwa media atau pers does not reflect reality, but rether filters and shapes it, much as a caleidoscope filters and shapes it (David H. Heaver, 1981). Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan menyampaikan kepada khalayak - dan khalayak menerima - bahwa peristiwa x adalah penting.
Dalam teori ini ada 3 tahapan utama, yaitu:
media agenda
public agenda
policy agenda
Segi Epistemologi
Teori ini berasal dari kajian di saat seorang Walter Lippman berpikir mengenai pentingnya sebuah ”picture in our head”. Bagaimana media massa menciptakan gambaran-gambaran di dalam pikiran kita, dan para pembuat kebijakan harus mengetahui gambaran-gambaran ini. Lippman menangkap bahwa publik tidak merespon isu yang aktual di lingkungan mereka, tetapi lebih pada apa yang ada di gambaran benak mereka. Di sinilah kemudian media massa mengambil peran dalam mengkomstruksi ”gambaran” melalui outline-outline sajian mereka.
Segi Ontologi
Teori ini mengkaji bagaimana media massa mampu mempengaruhi pikiran-pikiran audiensnya, di mana dari apa yang disajikan oleh media massa, mampu menjadi sebuah agenda publik yang kekuatannya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan muncul.
Berkaitan dengan apa yang dirasakan orang melalui media massa, di mana sajian media massa dengan segala sesuatunya (struktur pesan/pemberitaan, frekuensi, visualisasi, dll) akan mampu mempengaruhi orang untuk berpikir isu-isu apa saja yang ada di dekat mereka, yang menjadi mereka pedulikan, mengkonstruksi maknanya, sehingga para pembuat kebijakan harus menyadari hal ini untuk menentukan kebijakan yang akan dipilih dan diterapkan.
Segi Aksiologi
Dalam bukunya, Littlejohn menjelaskan bahwa Agenda Setting ini berfungsi dalam menetapkan isu yang menonjol dan gambaran-gambaran di dalam pikiran audiensnya. Dalam fungsinya ini, teori ini dapat bermanfaat untuk memudahkan pengambil kebijakan untuk menetapkan kebijakan yang akan diterapkan. Selain itu, dari teori ini, maka menegaskan pentingnya peran media massa dalam kehidupan sebuah sistem dalam sebuah negara atau pemerintahan.
Teori ini mempunyai nilai yang baik manakala media massa dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuha sarana informasi edukasi dengan benar. Sehigga media massa sebagai filter dari segala isu dengan outlineyang mereka sajikan dapat mengkonstruksi sebuah gambaran yang benar di dalam publiknya

Kamis, 12 Desember 2013

KINCIR ANGIN

Kincir Angin Salah Satu Penemuan Modern Yan Memiliki Manfaat Dan Potensi Ke Depan Saat Banyak Energi Listrik Mulai Langka , Penemuan Kincir Angin Dengan Kapasitas Yg Sangat Besar Dari Sebelumnya Merupakan Teknologi Terbaru Yan Mengiurkan .
Analisis Kegunaan :
                Wind Power Atau Biasanya Disebut Tenaga Angin Berkapasitas Besar Mampu Menghasilkan Listrik Yang Sangat Besar. Listrik Yang Dapar Dihasilkan Mampu Menghidupi 35 Juta Rumah Tangga. Contoh Saja Negara Maju Seperti   Jerman memiliki kincir angin sebanyak 14.000 buah , energi listrik yang dihasilkan mencapai 31.5 twh listrik pertahun
Dampak posotif :
                Jika teknologi kincir angin berkapasitas besar bisa di jalan kan secara optimal di indonesia makan sangat membantu untuk kesejahterahan masyarakatnya . membantu desa desa kecil yan belum tersentuh / tersuplay listrik .
Dampak negatif :
                  Membangun kincir angin membutuhkan lahan yang sangat luas . memgingat lahan yang tidak produktif jarang di temukan sekalipun ada lahan itu lahan yang produktif yang di garap oleh petani. jika lahan diambil ali, maka petani tidak bisa berproduksi dengan hasil panen mereka.
                Dilihat secara ekologi seperti burung juga terkena dampk nya. burung yang berada dilokasi kincir angin biasanya akan erlika erkena beberapa sudut kincir agin tersebut.

Kamis, 05 Desember 2013

PERAWATAN VESPA SECARA RUTIN

Pada umumnya sebagian banyak orang berpendapat bahwasannya Vespa terkenal dengan mogoknya. Tapi mogoknya Vespa masih mending dibanding dengan motor lainnya karena masih tetap ada brotherhood yang ikhlas untuk menolong, itu yang patut diacungi jempol. Mereka tidak pandang bulu, aliran, tua, muda yang penting Vespa.
Untuk itu dan menjadi kewajiban untuk mengatasi agar Vespa yang kita bawa lancar & tidak ada masalah alangkah baiknya merawat kendaraan yang kita cintai ini. Baik tool dan sparepart yang consumable (yang sering diganti). Tools untuk dibawa hanya yang diperlukan saja,begitu juga spare part consumable.
Beberapa hal mengenai perawatan Vespa secara rutin sangatlah di perlukan untuk menjaga kesetabilan dan kesempurnaan dari kendaraan yang kita pergunakan sehari hari. Adapun perawatan ringan itu meliput :

. Perawatan Pada Bagian Ruang Bakar
Kerak hasil pembakaran yang menempel pada kepala piston, kepala Silinder secara periodik haruslah dilakukan pembersihan (tidak terlalu sering) disesuaikan dengan jangka waktu tempuh atau lamanya pemakaian. Kerak yang menempel pada bagian ini dapat mengurangi kesempurnaan dari mesin itu sendiri seperti susah di starter, busi cepat kotor dll.
Busi
Fungsi dari busi adalah menahasilkan bunga api diantara celah kedua elektroda busi. Beberapa factor yang menyebabkan bunga api lemah / berwarna merah atau tidak terjadi loncatan bunga api bisa disebabkan busi kotor akibat kerak hasil pembakaran atau bagian system pengapian pada motor lemah.
Bisa di lihat pada pembahasan KONDISI BUSI & PERAWATAN

 Karburator
Pada mesin Konvensional karburator memegang peranan penting. Fungsi karburator adalah untuk menghasilkan campuran bensin dan udara hingga berupa kabut, dengan maksud agar bahan bakar mudah dinyalakan oleh busi. Perbandingan campuran bahan bakar dan udara sesuai dengan keperluan pada berbagai keadaan kerja mesin.
Bersihkan saringan udara pada karburator dengan menggunakan minyak tanah / bensin dan semprot dengan kompresor untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada saringan udara. Saringan udara yang kotor akan menghambat aliran udara yang berpengaruh kepada pemakaian bahan bakar menjadi boros.
Komponen-komponen utama karburator perlu diperhatikan, saluran-saluran bensin dan saluran udara harus bersih dari kotoran sekecil apapun. Cucilah bagian-bagian karburator dengan menggunakan bensin dan tiup saluran-saluran bensin dan udara. Jangan sekali-kali membersihkan lubang jet dengan kawat atau alat lain yang akan merusak.
Pemasangan karburator harus diperhatikan kekencangan dari baut karena akan mengakibatkan kebocoran bensin, terutama pada tutup pelampung.
Perlu diperhatikan saat membuka tangki bensin, karena ada type yang mempunyai sistem pencampuran oli secara otomatis, maka terdapat 2 tangki yaitu tangki bensin dan tangki oli. Gunakan kunci kran bensin dan lepaskan bagian-bagian keran bensin

Contoh Soal Barisan dan Deret Aritmatika Geometri, Pengertian, Rumus, Sifat-sifat Notasi Sigma, Tak Hingga, Hitung Keuangan, Bunga Tunggal Majemuk Anuitas, Matematika

Contoh Soal Barisan dan Deret Aritmatika Geometri, Pengertian, Rumus, Sifat-sifat Notasi Sigma, Tak Hingga, Hitung Keuangan, Bunga Tunggal Majemuk Anuitas, Matematika

Contoh Soal Barisan dan Deret Aritmatika Geometri, Pengertian, Rumus, Sifat-sifat Notasi Sigma, Tak Hingga, Hitung Keuangan, Bunga Tunggal Majemuk Anuitas, Matematika - Pernahkah kalian mengamati lingkungan sekitar? Di sekeliling kalian tentulah banyak terjadi hal-hal yang bersifat rutin. Kejadian rutin adalah kejadian yang mempunyai pola atau keteraturan tertentu. Amati pola susunan biji pada bunga matahari. Amati pola pertumbuhan populasi makhluk hidup tertentu. Kedua contoh itu sebenarnya membentuk pola keteraturan tertentu berupa barisan. Kita dapat memperkirakan suku pada waktu tertentu. Salah satunya adalah keteraturan populasi makhluk hidup. Untuk menghitung dan memperkirakannya, diperlukan suatu cara tertentu agar lebih mudah menyelesaikannya, yaitu dengan konsep barisan dan deret.

Tujuan Pembelajaran :

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian dapat
  1. menjelaskan ciri barisan aritmetika dan barisan geometri;
  2. merumuskan suku ken dan jumlah n suku deret aritmetika dan deret geometri;
  3. menentukan suku ke-n dan jumlah n suku deret aritmetika dan deret geometri;
  4. menjelaskan ciri deret geometri tak hingga yang mempunyai jumlah;
  5. menghitung jumlah deret geometri tak hingga;
  6. menuliskan suatu deret aritmetika dan geometri dengan notasi sigma;
  7. menjelaskan karakteristik masalah yang model matematikanya berbentuk deret aritmetika atau geometri;
  8. merumuskan dan menyelesaikan deret yang merupakan model matematika dari masalah;
  9. menjelaskan rumus-rumus dalam hitung keuangan dengan deret aritmetika atau geometri;
  10. menentukan bunga tunggal, bunga majemuk, dan anuitas.
Sebelumnya, kalian pernah belajar barisan dan deret ketika duduk di bangku SMP. Pada pokok bahasan ini akan dibahas secara mendalam tentang barisan dan deret, serta hal-hal yang terkait dengan barisan dan deret. Kemudian, akan dijelaskan tentang kegunaan barisan dan deret dalam kehidupan sehari-hari.

A. Barisan dan Deret

Kalian tentu pernah berpikir tentang nomor rumah di sisi kiri jalan yang bernomor ganjil 1, 3, 5, 7, dan seterusnya, sedangkan nomor rumah di sisi kanan jalan bernomor genap 2, 4, 6, 8, dan seterusnya. Mungkin juga kalian pernah berpikir dari mana para pakar menyatakan bahwa 10 tahun ke depan penduduk Indonesia akan menjadi x juta jiwa.

Dua contoh di atas berkaitan dengan barisan dan deret dari suatu bilangan.

1. Barisan Bilangan

Misalkan seorang anak diberi uang saku orang tuanya setiap minggu Rp10.000,00. Jika setiap minggu uang sakunya bertambah Rp500,00 maka dapat dituliskan uang saku dari minggu ke minggu berikutnya adalah Rp10.000,00, Rp10.500,00, Rp11.000,00, Rp11.500,00, ....

Susunan bilangan-bilangan yang sesuai dengan contoh di atas adalah :
Susunan bilangan
Perhatikan bahwa dari bilangan-bilangan yang disusun berbentuk 10.000, 10.500, 11.000, 11.500, ... mempunyai keteraturan dari urutan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya, yaitu bilangan berikutnya diperoleh dari bilangan sebelumnya ditambah 500. Bilangan-bilangan yang disusun urut dengan aturan tertentu seperti itulah dikenal dengan nama barisan bilangan.

Secara matematis, barisan bilangan merupakan nilai fungsi dengan daerah definisinya adalah bilangan asli. Misalkan barisan bilangan ditulis lambang U untuk menyatakan urutan suku-sukunya maka bilangan pertama ditulis U(1) atau U1, bilangan kedua ditulis U(2) atau U2, dan seterusnya. Jika kita buat korespondensi, akan terlihat seperti berikut.
barisan bilangan
Jadi, bentuk umum barisan bilangan adalah U1, U2, U3, ..., Un, ...

Dalam hal ini, Un = f(n) disebut rumus umum suku ke-n dari barisan bilangan.

Contoh Soal Barisan Bilangan 1 :

Diketahui barisan bilangan dengan suku ke-n berbentuk Un = n2 – 2n. Tuliskan 5 suku pertama dari barisan tersebut.

Pembahasan :

Rumus suku ke-n adalah Un = n2 – 2n.

Suku pertama dapat dicari dengan menyubstitusikan n = 1 dan diperoleh U1 = 12 – 2(1) = –1. Suku kedua dicari dengan mensubstitusikan n = 2 dan diperoleh U2 = 22 – 2(2) = 0.

Dengan cara yang sama, diperoleh sebagai berikut.

Suku ketiga = U3 = 32 – 2(3) = 3.
Suku keempat = U4 = 42 – 2(4) = 8.
Suku kelima = U5 = 52 – 2(5) = 15.

Jadi, lima suku pertama dari barisan itu adalah –1, 0, 3, 8, 15.

Misalkan diberikan suatu barisan bilangan dengan suku ke-n dari barisan bilangan tersebut tidak diketahui. Dapatkah kita menentukan rumus suku ke-n? Hal ini tidak selalu dapat ditentukan, tetapi pada beberapa barisan kita dapat melakukannya dengan memperhatikan pola suku-suku barisan tersebut.

Contoh Soal 2 :

Diketahui barisan bilangan 4, 7, 12, 19, ....

a. Tentukan rumus suku ke-n.
b. Suku keberapa dari barisan tersebut yang bernilai 199?

Penyelesaian :

Barisan bilangan: 4, 7, 12, 19, ...

a. Suku ke-1 = U1 = 4 = 12 + 3
Suku ke-2 = U2 = 7 = 22 + 3
Suku ke-3 = U3 = 12 = 32 + 3
Suku ke-4 = U4 = 19 = 42 + 3

Suku ke-n = Un = n2 + 3
Jadi, rumus suku ke-n barisan tersebut adalah Un = n2 + 3.

b. Diketahui suku ke-n = 199, berarti
Un = 199
 n2 + 3 = 199
 n2 = 196

Karena n2 = 196 maka n1 = 14 atau n2 = –14 (dipilih nilai n positif).
Mengapa tidak dipilih n = –14?
Jadi, suku yang nilainya 199 adalah suku ke-14.

2. Deret Bilangan

Misalkan kita mempunyai barisan bilangan U1, U2, U3, ..., Un dan Sn adalah jumlah dari suku-suku barisan itu.

Sn = Sn = U1 + U2 + U3 + ... + Un disebut deret.

Jadi, deret adalah jumlahan suku-suku dari suatu barisan.

B. Barisan dan Deret Aritmatika

1. Barisan Aritmatika

Indah menyisihkan sebagaian uang yang dimilikinya untuk disimpan. Pada bulan ke-1, ia menyimpan Rp 20.000,00. Bulan berikutnya ia selalu menaikkan simpanannya Rp 500,00 lebih besar dari bulan sebelumnya. Bear simpanan (dalam rupiah) Indah dari pertama dan seterusnya dapat ditulis sebagai berikut.

Bulan Ke-1
Bulan Ke-2
Bulan Ke-3
Bulan Ke-4
...
20.000
20.500
21.000
21.500
...

Jika kalian amati, selisih suku barisan ke suku berikutnya selalu tetap, yaitu 500.

Barisan aritmetika adalah suatu barisan bilangan yang selisih setiap dua suku berturutan selalu merupakan bilangan tetap (konstan).

Bilangan yang tetap tersebut disebut beda dan dilambangkan dengan b.

Perhatikan juga barisan-barisan bilangan berikut ini.

a. 1, 4, 7, 10, 13, ...
b. 2, 8, 14, 20, ...
c. 30, 25, 20, 15, ...

Barisan-barisan tersebut merupakan contoh dari barisan aritmatika.

Mari kita tinjau satu per satu.

a. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya ditambah 3. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya 3 atau b = 3.
barisan aritmatika beda suku 3
b. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya ditambah 6. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya 6 atau b = 6.
barisan aritmatika beda suku 6
c. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya ditambah –5. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya –5 atau b = –5. Secara umum dapat dikatakan sebagai berikut. Jika Un adalah suku ke-n dari suatu barisan aritmetika maka berlaku b = Un – Un-1.
barisan aritmatika beda suku -5
Rumus umum suku ke-n barisan aritmetika dengan suku pertama (U1) dilambangkan dengan a dan beda dengan b dapat ditentukan seperti berikut.

U1 = a
U2 = U1 + b = a + b
U3 = U2 + b = (a + b) + b = a + 2b
U4 = U3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
U5 = U4 + b = (a + 3b) + b = a + 4b
.
.
.
n = Un–1 + b = a + (n – 1)b

Jadi, rumus suku ke-n dari barisan aritmatika adalah :

Un = a + (n – 1)b

Keterangan: 

Un = suku ke-n
a = suku pertama
b = beda
n = banyak suku

Contoh Soal Barisan Aritmatika 3 :

Tentukan suku ke-8 dan ke-20 dari barisan –3, 2, 7, 12, ....

Jawaban :

–3, 2, 7, 12, …

Suku pertama adalah a = –3 dan bedanya b = 2 – (–3) = 5.
Dengan menyubstitusikan a dan b, diperoleh Un = –3 + (n – 1)5.
Suku ke-8 : U8 = –3 + (8 – 1)5 = 32.
Suku ke-20 : U20 = –3 + (20 – 1)5 = 92.

Contoh Soal 4 :

Diketahui barisan aritmetika –2, 1, 4, 7, ..., 40. Tentukan banyak suku barisan tersebut.

Penyelesaian :

Diketahui barisan aritmetika –2, 1, 4, 7, ..., 40.

Dari barisan tersebut, diperoleh a = –2, b = 1 – (–2) = 3, dan Un = 40.

Rumus suku ke-n adalah Un = a + (n – 1)b sehingga :

40 = –2 + (n – 1)3
 40 = 3n – 5
 3n = 45

Karena 3n = 45, diperoleh n = 15.

Jadi, banyaknya suku dari barisan di atas adalah 15.

Contoh Soal 5 :

Suku ke-10 dan suku ke-14 dari barisan aritmetika berturut-turut adalah 7 dan 15. Tentukan suku pertama, beda, dan suku ke-20 barisan tersebut.

Pembahasan :

Diketahui U10 = 7 dan U14 = 15. Dari rumus suku ke-n barisan aritmetika Un = a + (n – 1)b, diperoleh 2 persamaan, yaitu :

U10 = 7 sehingga diperoleh a + 9b = 7 ............................ (1)
U14 = 15 sehingga diperoleh a + 13b = 15 ........................ (2)

Untuk menentukan nilai a dan b, kita gunakan metode campuran antara eliminasi dan substitusi. Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh :

a + 9b
= 7

a + 13b
= 15
-
–4b
= –6
b
= 2


Dengan menyubstitusikan b = 2 ke persamaan (1), diperoleh :

a + 9(2) = 7  a = –11

Dengan demikian, diperoleh suku ke-n adalah Un = –11 + (n – 1)2.

Jadi, suku ke-20 adalah U20 = –11 + (20 – 1)2 = 27.

Pola Kuadrat dari Bilangan 9

Apakah hasil kuadrat bilangan yang disusun dari angka 9 memiliki pola tertentu? Betul sekali. Hasil kuadratnya hanya tersusun dari angka 9, 8, 1, dan 0. Jika bilangan terdiri atas n digit angka 9 (n bilangan bulat kurang dari 10) maka kuadrat bilangan tersebut adalah bilangan yang tersusun dari angka 9 sebanyak n – 1, diikuti angka 8, kemudian angka 0 sebanyak n – 1, dan diakhiri angka 1. Perhatikan pola berikut.

92 = 81
992 = 9801
9992 = 998001
99992 = 99980001
999992 = 9999800001
9999992 = 999998000001

Setelah memperhatikan pola di atas, coba kalian tentukan hasil dari :

a. 99999992
b. 999999992
c. 9999999992

2. Deret Aritmetika

Dari sembarang barisan aritmetika, misalnya 2, 5, 8, 11, 14, ... dapat dibentuk suatu deret yang merupakan penjumlahan berurut dari suku-suku barisan tersebut, yaitu 2 + 5 + 8 + 11 + .... Terlihat bahwa barisan aritmetika dapat dibentuk menjadi deret aritmetika dengan cara menjumlahkan suku-suku barisan aritmetika sehingga dapat didefinisikan secara umum.

Misalkan U1, U2, U3, ..., Un merupakan suku-suku dari suatu barisan aritmetika. U1 + U2 + U3 + ... + Un disebut deret aritmetika, dengan :

Un = a + (n – 1)b.

Seperti telah kalian ketahui, deret aritmetika adalah jumlah n suku pertama barisan aritmetika. Jumlah n suku pertama dari suatu barisan bilangan dinotasikan Sn. Dengan demikian,

Sn = U1 + U2 + U3 + ... + Un.

Untuk memahami langkah-langkah menentukan rumus Sn, perhatikan contoh berikut.

Contoh Soal Deret Aritmatika 6 :

Diketahui suatu barisan aritmetika 2, 5, 8, 11, 14. Tentukan jumlah kelima suku barisan tersebut.

Pembahasan :

Jumlah kelima suku 2, 5, 8, 11, 14 dapat dituliskan sebagai berikut.

S5 =
2 + 5 + 8 + 11 + 14

S5 =
14 + 11 + 8 + 5 + 2
+
2S5 =
16 + 16 + 16 + 16 + 16
2S5 =
5 x 16

S5 =
 

Jadi, jumlah kelima suku barisan tersebut adalah 40.

Setelah kalian amati contoh di atas, kita dapat menentukan rumus umum untuk Sn sebagai berikut.

Diketahui rumus umum suku ke-n dari barisan aritmetika adalah Un = a + (n – 1)b. Oleh karena itu,

U1 =
a


= a
U2 =
a  
+
b
= Un  (n – 2)b
U3 =
a
+
2b
= Un  (n – 3)b
.


.
.
.


.
.
.


.
.
Un =
a
+
(n – 1)b
= Un

Dengan demikian, diperoleh :

Sn = a + (a + b) + (a + 2b) + ... + (a + (n – 1)b)
= a + (Un – (n – 2) b) + (Un – (n – 3) b) + ... + Un............ (1)

Dapat pula dinyatakan bahwa besar setiap suku adalah b kurang dari suku berikutnya.

Un–1 = Un – b
Un–2 = Un–1 – b = Un – 2b
Un–3 = Un–2 – b = Un – 3b

Demikian seterusnya sehingga Sn dapat dituliskan

Sn = a + (Un – (n – 1)b) + … + (Un – 2b) + (Un – b) + Un ...... (2)

Dari persamaan 1 dan 2 jika kita jumlahkan, diperoleh :
jumlah n suku pertama barisan aritmatika
Dengan demikian, 2Sn = n(a + Un)

↔ Sn = ½ n(a + Un)
↔ Sn = ½ n(a + (a + (n – 1)b))
↔ Sn = ½ n(2a + (n – 1)b)

Jadi, rumus umum jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah :

Sn = ½ n(a + Un) atau
Sn = ½ n [2a + (n – 1)b]

Keterangan:

Sn= jumlah n suku pertama
a = suku pertama
b = beda
Un = suku ke-n
n = banyak suku

Contoh Soal 7 :

Carilah jumlah 100 suku pertama dari deret 2 + 4 + 6 + 8 + ....

Jawaban :

Diketahui bahwa a = 2, b = 4 – 2 = 2, dan n = 100.
S100 = ½ × 100 {2(2) + (100 – 1)2}
= 50 {4 + 198}
= 50 (202)
= 10.100

Jadi, jumlah 100 suku pertama dari deret tersebut adalah 10.100.

Contoh Soal 8 :

Hitunglah jumlah semua bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100.

Pembahasan :

Bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100 adalah 3, 6, 9, 12, ..., 99 sehingga diperoleh a = 3, b = 3, dan Un = 99.

Terlebih dahulu kita cari n sebagai berikut.

Un = a + (n – 1)b
 99 = 3 + (n – 1)3
 3n = 99
 n = 33

Jumlah dari deret tersebut adalah :

Sn = ½ n(a + Un)
S33 = ½ × 33(3 + 99)
= 1.683

Jadi, jumlah bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100 adalah 1.683.

Contoh Soal 9 :

Dari suatu deret aritmetika diketahui suku pertamanya 11, bedanya 4, dan jumlah n suku pertamanya adalah 200. Tentukan banyaknya suku dari deret tersebut.

Pembahasan :

Diketahui a = 11, b = 4, dan Sn = 200.

Dari rumus umum jumlah n suku pertama, diperoleh :

Sn = ½ n(2a + (n – 1)b)
↔ 200 = ½ n [2(11) + (n – 1)4]
↔ 400 = n(22 + 4n – 4)
↔ 400 = n(4n + 18)
↔ 4n2 + 18n – 400 = 0

Jika setiap suku dibagi 2, persamaan tersebut menjadi :

2n2 + 9n – 200 = 0
 (n – 8)(2n + 25) = 0
 n = 8 atau n =  (diambil n positif karena n bilangan asli)

Jadi, banyak suku deret tersebut adalah 8.

Mennntukan Suku ke-n jika Rumus Jumlah n Suku Pertama Diberikan

Misalkan diberikan suku ke-n barisan aritmetika Sn. Rumus suku ke-n dapat ditentukan dengan

Un = Sn – Sn–1

Selain dengan menggunakan rumus itu, ada cara lain yang sangat efektif. Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah :

Sn = pn2 + qn.

Suku ke-n dapat ditentukan dengan :

Un = 2pn + (q – p)

dengan beda 2p.

Contoh Soal 10 :

Jumlah n suku pertama dari deret aritmetika adalah Sn = 2n2 – 4n. Tentukan suku ke-n deret tersebut dan bedanya. Tentukan pula U9.

Penyelesaian :

Sn = 2n2 – 4n → p = 2, q = –4
Un = 2pn + (q – p)
= 2 x 2 x n + (–4 – 2)
= 4n – 6

Beda = 2p = 2(2) = 4

Suku ke-10 dapat ditentukan dengan U9 = S9 – S8

S9 = 2(92) – 4(9) = 126
S8 = 2(82) – 4(8) = 96

Jadi, U9 = 126 – 96 = 30

Teorema yang Mengharukan

Apakah kamu tahu teorema yang dikemukakan Pierre de Fermat (1601–1665)? Teorema ini dikembangkan dari teorema Pythagoras yang sangat masyur itu. Menurut teorema Pythagoras, ada banyak pasangan bilangan a, b, dan c yang memenuhi c2 = a2 + b2, seperti 5, 3, dan 4 (beserta kelipatannya); 13, 12, dan 5 (beserta kelipatannya); 25, 24, dan 7 (beserta kelipatannya); dan seterusnya.

Pierre de Fermat mengklaim, tidak ada bilangan bulat a, b, dan c yang memenuhi cn = an + bn, untuk n > 2. Namun, pembuktiannya saat itu masih dipertanyakan. Banyak ilmuwan yang penasaran dengan teorema yang dilontarkan Fermat. Paul Wolfskehl, profesor matematik asal Jerman, awal tahun 1900-an berusaha membuktikan teorema tersebut, namun gagal. Rasa frustasi menyelimutinya, ditambah kekecewaan pada kekasihnya membuat ia berniat bunuh diri. Ketika waktu untuk bunuh diri sudah dekat, ia masih penasaran dan mencoba lagi membuktikan Teorema Fermat membuat dia lupa untuk bunuh diri. Sampai akhir hayatnya, teorema ini belum juga terbuktikan. Wolfskehl berwasiat, ia menyediakan uang 100.000 mark bagi orang pertama yang mampu membuktikan teorema itu. Tahun 1995, Dr. Andrew Wiles, matematikawan dari Universitas Princeton, Inggris, berhasil membuktikan teorema Fermat dengan gemilang. Ia akhirnya mendapat hadiah 200.000 dolar dari Yayasan Raja Faisal di Arab Saudi pada tahun 1997. (Sumber: www.mate-mati-kaku.com)

C. Barisan dan Deret Geometri

1. Barisan Geometri

Coba kalian amati barisan 1, 2, 4, 8, 16, 32, .... Terlihat, suku berikutnya diperoleh dengan mengalikan 2 pada suku sebelumnya. Barisan ini termasuk barisan geometri. Jadi, secara umum, barisan geometri adalah suatu barisan bilangan yang setiap sukunya diperoleh dari suku sebelumnya dikalikan dengan suatu bilangan tetap (konstan). Bilangan yang tetap tersebut dinamakan rasio (pembanding) dan dinotasikan dengan r.

Perhatikan contoh barisan-barisan berikut.

a. 3, 6, 12, 24, ...
b. 2, 1, ½, 1/4, ...
c. 2, –4, 8, –16, ...

Barisan di atas merupakan contoh barisan geometri. Untuk barisan di atas berturut-turut dapat dihitung rasionya sebagai berikut.
a.  = ..... = 2. Jadi, r = 2.
b.  = .... Jadi, r = ½
c.  = –2. Jadi, r = –2.

Dengan demikian, dapat disimpulkan jika U1, U2, ... Un barisan geometri dengan Un adalah rumus ke-n, berlaku :
Rumus umum suku ke-n barisan geometri dengan suku pertama (U1) dinyatakan a dan rasio r, dapat diturunkan sebagai berikut.

U1 =
a
U2 =
U1 × r = ar
U3 =
U2 × r = ar2
U4 =
U3 × r = ar3
.
.
.
.
.
.
Un =
Un–1 × r = arn–2 × r = arn–1

Dengan demikian, diperoleh barisan geometri a, ar, ar2, ..., arn–1, ...

Jadi, rumus umum suku ke-n (Un) barisan geometri adalah :

Un = arn–1

Keterangan: 

a = suku pertama
r = rasio
n = banyak suku

Contoh Soal Barisan Geometri 11 :

Carilah suku pertama, rasio, dan suku ke-7 dari barisan geometri berikut.

a. 2, 6, 18, 54, ...
b. 9, –3, 1, -1/3 , ...

Jawaban :

a. 2, 6, 18, 54, ...

Dari barisan geometri di atas, diperoleh :

1) suku pertama: a = 2;
2) rasio: r = ... = ... = 3.

Karena rumus suku ke-n barisan geometri adalah :

Un = arn–1 maka
U7 = 2(37–1) = 2 × 729 = 1.458
b. 9, –3, 1,  , ....

Dari barisan ini, diperoleh :

1) suku pertama: a = 9;
2) rasio: r =  ;
3) suku ke-7: U7 = 

Contoh Soal 12 :

Tiga bilangan membentuk barisan geometri. Jumlah ketiga bilangan itu 21 dan hasil kalinya 216. Tentukan ketiga bilangan itu.

Penyelesaian :
Pemisalan yang mudah untuk barisan geometri adalah  , a, dan ar.
Jumlah ketiga bilangan itu adalah 21 maka  + a + ar = 21.
Hasil kali ketiga bilangan adalah 216 maka  × a × ar = 216  a3 = 216
Karena a3 = 216, diperoleh a = 6. Kemudian, substitusikan nilai a = 6 ke persamaan  + a + ar = 21 sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
 + 6 + 6r = 21 ........... (kedua ruas dikalikan dengan r)
 6 + 6r + 6r2 = 21r
 6 – 15r + 6r2 = 0 ........................... (kedua ruas dibagi 3)
 2r2 – 5r + 2 = 0
 (2r – 1)(r – 2) = 0
 2r – 1 = 0 atau r – 2 = 0
 r = ½ atau r = 2

Dari persamaan di atas, diperoleh r = ½ dan r = 2.

Untuk r = ½ dan a = 6, ketiga bilangan tersebut 12, 6, dan 3.
Untuk r = 2 dan a = 6, ketiga bilangan tersebut 3, 6, dan 12.

Pola Bilangan yang Indah

Perhatikan pola bilangan berikut.

1 × 8 + 1 = 9
12 × 8 + 2 = 98
123 × 8 + 3 = 987
1234 × 8 + 4 = 9876
12345 × 8 + 5 = 98765
123456 × 8 + 6 = 987654

Bandingkan dengan pola bilangan berikut.

0 × 9 + 1 = 1
1 × 9 + 2 = 11
12 × 9 + 3 = 111
123 × 9 + 4 = 1111
1234 × 9 + 5 = 11111
12345 × 9 + 6 = 111111
123456 × 9 + 7 = 1111111

Dari kedua pola bilangan di atas, dapatkah kalian menemukan bentuk umumnya?

Dengan memerhatikan bentuk umum kedua pola bilangan di atas, tentu kalian dapat dengan mudah menentukan hasil dari pertanyaan berikut.

a. 1234567 × 8 + 7 = ...
b. 12345678 × 8 + 8 = ...
c. 123456789 × 8 + 9 = ...
d. 1234567 × 9 + 8 = ...
e. 12345678 × 9 + 9 = ...

Coba kalian kerjakan.

2. Deret Geometri

Jika U1, U2, U3, ... Un merupakan barisan geometri maka U1 + U2 + U3 + ... + Un adalah deret geometri dengan Un = arn–1. Rumus umum untuk menentukan jumlah n suku pertama dari deret geometri dapat diturunkan sebagai berikut.

Misalkan Sn notasi dari jumlah n suku pertama.

Sn = U1 + U2 + ... + Un
Sn = a + ar + ... + arn–2 + arn–1 .............................................. (1)

Jika kedua ruas dikalikan r, diperoleh :

rSn = ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1 + arn ................................... (2)

Dari selisih persamaan (1) dan (2), diperoleh :

rSn =

ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1 + arn

Sn =
a +
ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1
-
rSn - Sn =
–a + arn

 (r – 1)Sn = a(rn–1)

 Sn = 

Jadi, rumus umum jumlah n suku pertama dari deret geometri adalah sebagai berikut.
Sn =  , untuk r > 1
Sn =  , untuk r < 1

Keterangan: 

Sn = jumlah n suku pertama
a = suku pertama
r = rasio
n = banyak suku
Apa yang terjadi jika r bernilai 1?

Contoh Soal Deret Geometri 13 :

Tentukan jumlah dari deret geometri berikut.

a. 2 + 4 + 8 + 16 + ... (8 suku)
b. 12 + 6 + 3 + 1,5 + ... (6 suku)

Pembahasan :

a. 2 + 4 + 8 + 16 + ...

Dari deret tersebut, diperoleh a = 2 dan r = 4/2 = 2 (r > 1).
Jumlah deret sampai 8 suku pertama, berarti n = 8.
Sn =   S8 =  = 2(256 – 1) = 510

Jadi, jumlah 8 suku pertama dari deret tersebut adalah 510.

b. 12 + 6 + 3 + 1,5 + ...
Dari deret itu, diperoleh a = 12 dan r =  (r < 1).
Jumlah deret sampai 6 suku pertama, berarti n = 6.

Sn =   S6 =  = 24(1-  ) = 

Contoh Soal 14 :

Diketahui deret 3 + 32 + 33 + ... + 3n = 363. Tentukan :

a. suku pertama; 
b. rasio;
c. banyak suku.

Penyelesaian :

Deret 3 + 32 + 33 + ... + 3n = 363
a. Suku pertama: a = 3
b. Rasio: r = ... = .... = 3
c. Untuk Sn = 363

Karena r = 3 > 1, kita gunakan rumus :
Sn = 
 363 = 
↔ 726 = 3n+1 – 3
↔ 3n+1 = 729
↔ 3n+1 = 36

Dengan demikian, diperoleh n + 1 = 6 atau n = 5. Jadi, banyak suku dari deret tersebut adalah 5.

Contoh Soal 15 :

Carilah n terkecil sehingga Sn > 1.000 pada deret geometri 1 + 4 + 16 + 64 + ...

Kunci Jawaban :

Dari deret tersebut, diketahui a = 1 dan r = 4 (r > 1) sehingga jumlah n suku pertamanya dapat ditentukan sebagai berikut.

Sn = 

Nilai n yang mengakibatkan Sn > 1.000 adalah :

 > 1.000  4n > 3.001

Jika kedua ruas dilogaritmakan, diperoleh :

log 4n > log 3.001
 n log 4 > log 3.001
 n > 

 n > 5,78 (Gunakan kalkulator untuk menentukan nilai logaritma)

Jadi, nilai n terkecil agar Sn > 1.000 adalah 6.

Contoh Soal 16 :

Tentukan rumus jumlah n dari deret 1 + 11 + 111 + 1.111 + ...

Penyelesaian :

Jika kalian perhatikan sekilas, deret ini bukan merupakan deret aritmetika maupun geometri. Namun, coba perhatikan penjabaran berikut.
deret geometri dan deret konstan
3. Deret Geometri Tak Berhingga

Deret geometri yang tidak dapat dihitung banyak seluruh sukunya disebut deret geometri tak berhingga. 

Perhatikan deret geometri berikut.

a. 1 + 2 + 4 + 8 + ...
c. 1 +  +  + ....
d. 9 – 3 + 1 –  + .....

Deret-deret di atas merupakan contoh deret geometri tak berhingga.

Dari contoh a dan b, rasionya berturut-turut adalah 2 dan –2.

Jika deret tersebut diteruskan maka nilainya akan makin besar dan tidak terbatas. Deret yang demikian disebut deret divergen, dengan | r | > 1. Sebaliknya, dari contoh c dan d, rasio masing-masing deret 1/2 dan –1/3. Dari contoh c dan d, dapat kita hitung pendekatan jumlahnya. Deret tersebut dinamakan deret konvergen dengan | r | < 1. Pada deret konvergen, jumlah suku-sukunya tidak akan melebihi suatu harga tertentu, tetapi akan mendekati harga tertentu. Harga tertentu ini disebut jumlah tak berhingga suku yang dinotasikan dengan S . Nilai S merupakan nilai pendekatan (limit) jumlah seluruh suku (Sn) dengan n mendekati tak berhingga. Oleh karena itu, rumus deret tak berhingga dapat diturunkan dari deret geometri dengan suku pertama a, rasio r dan n   .
Karena deret konvergen (| r | < 1), untuk n   maka rn  0 sehingga :

Jadi, rumus jumlah deret geometri tak berhingga adalah :
 , dengan | r | < 1

Contoh Soal Deret Geometri Tak Terhingga 17 :

Tentukan jumlah tak berhingga suku dari deret berikut.
a. 1 +  +  +  + ...
b. 

Pembahasan :
a. 1 +  +  +  + ...
Dari deret tersebut diketahui a = 1 dan r = ½ sehingga :
b. 
Perhatikan deret 2 + 1 +  +  +  + ....

Dari deret tersebut, diperoleh a = 2 dan r = ½.

Jadi,  = 24 = 16.

Contoh Soal 18 :

Suku pertama suatu deret geometri adalah 2 dan jumlah sampai tak berhingga adalah 4. Carilah rasionya.

Penyelesaian :

Dari soal di atas, unsur-unsur yang diketahui adalah a = 2 dan S = 4.

Kita substitusikan ke dalam rumus S .
S =  ↔ 4 = 
 1 – r = ½ .
 r = ½

Jadi, rasionya adalah ½.

Contoh Soal 19 :

Sebuah bola jatuh dari ketinggian 10 m dan memantul kembali dengan ketinggian 3/4 kali tinggi sebelumnya. Pemantulan berlangsung terus-menerus sehingga bola berhenti. Tentukan jumlah seluruh lintasan bola. (UMPTN 1995)

Jawaban :

U0 = 10 m; r = 3/4.
U1 = 3/4 x 10 m = 3/40 m
Sn = 10 + 2 S = = 10 + (2 × ) = 10 + (2 × ) = 10 + (2 × 30) = 70.

Dengan cara lain:

Misalnya suatu benda dijatuhkan dari ketinggian H0 secara vertikal dan memantul ke atas dengan tinggi pantulan a/b kali dari ketinggian semula maka panjang lintasan pantulan (H) hingga berhenti dirumuskan dengan:

Dengan menggunakan cara ini, diketahui a = 3, b = 4, dan H0 = 10 m.
Jadi, H =  = 7 × 10 = 70 m

Keindahan Matematika dalam Deret

”Small is beautiful”, demikian salah satu slogan yang dipegang banyak matematikawan dalam membuktikan teoriteori matematis. Thomas Aquino, pada abad XIII sudah melihat hubungan antara keindahan dan matematika. Dia mengatakan, ”Indra itu senang dengan sesuatu yang proporsinya tepat”. Proporsi yang tepat itu dapat diterjemahkan dalam keserasian, keteraturan, keselarasan, keseimbangan, dan keutuhan.

Jika kita jeli, alam menyediakan banyak sekali keindahan matematis. Coba kalian perhatikan, spiral geometris pada cangkang sarang siput (Nautilus), susunan sel segi enam pada sarang tawon madu, susunan mahkota bunga aster, susunan mahkota dan biji bunga matahari, dan masih banyak yang lainnya. Susunan-susunan objek di atas berkaitan barisan atau deret matematis. (Sumber: Happy with Math, 2007)

Susunan-susunan objek yang berkaitan barisan atau deret matematis
D. Penerapan Konsep Barisan dan Deret

Kaidah barisan dan deret dapat digunakan untuk memudahkan penyelesaian perhitungan, misalnya bunga bank, kenaikan produksi, dan laba/rugi suatu usaha. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, kita harus dapat membedakan apakah persoalan tersebut termasuk barisan aritmetika, barisan geometri, deret aritmetika ataupun deret geometri. Kemudian, kita dapat menyelesaikan persoalan tersebut menggunakan rumus-rumus yang berlaku.

Contoh Soal Penerapan Konsep Barisan dan Deret 20 :

Ketika awal bekerja, seorang karyawan sebuah perusahaan digaji Rp 700.000,00 per bulan. Setahun berikutnya, gaji per bulannya akan naik sebesar Rp 125.000,00. Demikian seterusnya untuk tahun-tahun berikutnya. Berapa gaji karyawan itu per bulan untuk masa kerjanya sampai pada tahun ke-9?

Pembahasan :

Kasus ini adalah aplikasi dari barisan aritmetika.

Suku awal a = 700.000
Beda b = 125.000
n = 9

Jadi suku ke-9, dapat ditentukan sebagai berikut.

Un = a + (n – 1)b
U9 = 700.000 + (9 – 1) 125.000
= 700.000 + 1.000.000
= 1.700.000

Jadi, gaji per bulan karyawan itu pada tahun ke-9 adalah Rp 1.700.000,00.

Contoh Soal 21 :

Setiap awal bulan Nyoman menabung Rp 50.000,00 di suatu bank yang memberikan bunga 1% per bulan. Pada tiap akhir bulan, bunganya ditambahkan pada tabungannya. Berapakah uang Nyoman di bank itu pada akhir tahun ke-1 jika ia tidak pernah mengambil tabungannya sampai akhir tahun ke-1?

Penyelesaian :

Misalkan tabungan awal adalah Rp 50.000,00.

Pada akhir bulan ke-1

Jumlah uang Nyoman adalah sebagai berikut.
Bunga yang ia peroleh = 50.000 × 1% = 50.000 × 0,01
Jumlah uang Nyoman = 50.000 + (50.000 × 0,01)
= 50.000(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)

Pada akhir bulan ke-2

Uang yang sudah dimasukkan sejak bulan ke-1 adalah jumlah uang pada akhir bulan ke-1 ditambah bunga sehingga diperoleh :
50.000(1,01) + (50.000(1,01) × 1%)
= 50.000(1,01)(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)2

Uang yang dimasukkan pada awal bulan ke-2 menjadi :
50.000 + (50.000 × 1%) = 50.000(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)

Jadi, jumlah uang Nyoman pada akhir bulan ke-2 adalah :
50.000(1,01) + 50.000(1,01)2.

Pada akhir bulan ke-3
Uang yang sudah dimasukkan sejak bulan ke-1 adalah :
50.000(1,01)2 + (50.000(1,01)2 × 1%)
= 50.000(1,01)2 (1 + 0,01)
= 50.000(1,01)2 (1,01)
= 50.000(1,01)3

Uang yang dimasukkan pada awal bulan ke-2 menjadi :
50.000(1,01) + (50.000(1,01) × 1%)
= 50.000(1,01)(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)(1,01)
= 50.000(1,01)2

Uang yang sudah dimasukkan pada awal bulan ke-3 menjadi :
50.000 + (50.000 × 1%) = 50.000(1 + 1%)
= 50.000(1,01)

Jadi, jumlah uang Nyoman pada akhir bulan ke-3 adalah :
50.000(1,01) + 50.000(1,01)2 + 50.000(1,01)3

Demikian seterusnya, sampai akhir bulan ke-12.

Dari hasil perhitungan sampai bulan ke-3, dapat disimpulkan bahwa jumlah uang tabungan Nyoman adalah :

50.000(1,01) + 50.000(1,01)2 + 50.000(1,01)3 + ... + 50.000(1,01)12
= 50.000{1,01 + (1,01)2 + (1,01)3 + ... + (1,01)12}

Deret 1,01 + (1,01)2 + ... + (1,01)12 merupakan deret geometri dengan :

a = 1,01, r = 1,01, dan n = 12.


S12 = 12,83

Oleh karena itu, jumlah uang Nyoman setelah 1 tahun adalah :
50.000 {1,01 + (1,01)2 + ... + (1,01)12} = 50.000 × 12,83 = 641.500

Jadi, jumlah uang Nyoman setelah 1 tahun adalah Rp 641.500,00.

E. Notasi Sigma

Salah satu ciri matematika adalah digunakannya lambang untuk mengungkapkan suatu pernyataan secara singkat, jelas, dan konsisten yang jika diungkapkan dengan kalimat biasa cukup panjang. Salah satu lambang yang penting adalah ” Î£ ” (dibaca: sigma). Lambang ini digunakan untuk menuliskan penjumlahan secara singkat.

1. Pengertian Notasi Sigma

Perhatikan penjumlahan bilangan-bilangan di bawah ini.

1 + 2 + 3 + 4 + ... + 50

Jika semua suku-sukunya ditulis, cara penulisan penjumlahan tersebut jelas tidak efektif. Apalagi jika banyak bilangan yang dijumlahkan makin besar. Dengan menggunakan notasi sigma, penulisan 1 + 2 + 3 + 4 + ... + 50 dipersingkat menjadi  k (dibaca: sigma k mulai dari k = 1 sampai dengan k = 50). Atau, boleh dibaca sigma k, untuk k = 1 hingga 50.

Huruf k digunakan sebagai variabel suku yang akan bergerak mulai 1 dan bertambah 1 sampai mencapai 50. Bilangan 1 disebut batas bawah dan 50 disebut batas atas penjumlahan. Secara umum, notasi sigma dinyatakan sebagai berikut.
 Uk = U1 + U2 + ... + Un

Keterangan: 

1 = batas bawah
n = batas atas
k = indeks
Uk = suku ke-k

Batas bawah tidak harus bernilai 1. Jika batas bawah penjumlahan 1 dan batas atasnya n maka penjumlahan terdiri atas n suku, sedangkan jika batas bawahnya r dan batas atasnya n maka penjumlahan terdiri dari (n – r + 1) suku.

Contoh Soal Notasi Sigma 22 :
Nyatakan dalam bentuk penjumlahan  k(k + 1).

Pembahasan :
 k(k + 1) = 1(1 + 1) + 2(2 + 1) + 3(3 + 1) + 4(4 + 1) + 5(5 + 1)
= 1 × 2 + 2 × 3 + 3 × 4 + 4 × 5 + 5 × 6
= 2 + 6 + 12 + 20 + 30

Contoh Soal 23 :

Tulislah bentuk penjumlahan berikut dalam notasi sigma.
a. 2 + 4 + 6 + 8 + 10
b. 
c. ab5 + a2b4 + a3b3 + a4b2

Penyelesaian :

a. 2 + 4 + 6 + 8 + 10 = 2 × 1 + 2 × 2 + 2 × 3 + 2 × 4 + 2 × 5
= 2 (1 + 2 + 3 + 4 + 5)
 2k.

b. 

c. ab5 + a2b4 + a3b3 + a4b2 = a1b6–1 + a2b6–2 + a3b6–3 + a4b6–4  ak b6-k

2. Menentukan Nilai Penjumlahan yang Dinyatakan dengan Notasi Sigma

Nilai penjumlahan yang dinyatakan dengan notasi sigma dapat dicari, antara lain dengan terlebih dahulu menyatakan ke dalam bentuk lengkapnya, kemudian dijumlahkan. Perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Contoh Soal 24 :

Tentukan nilai-nilai notasi sigma berikut.
a. 
b. 

Jawaban :
a.  = 1 + 2 + 3 + 4 + … + 10 = 55

b.  = 2(32) + 2(42) + 2(52) + 2(62= 18 + 32 + 50 + 72 = 172

3. Sifat-Sifat Notasi Sigma

Untuk mempermudah perhitungan yang berhubungan dengan notasi sigma, dapat digunakan sifat-sifat yang berlaku pada notasi sigma. Sifat apakah yang berlaku pada notasi sigma? Lakukan Aktivitas berikut.

Aktivitas :

Tujuan : Menemukan sifat-sifat yang berlaku pada notasi sigma.
Permasalahan : Sifat-sifat apakah yang berlaku pada notasi sigma?
Kegiatan : Kerjakan soal-soal berikut.

1. Nyatakan notasi sigma berikut dalam bentuk penjumlahan biasa.

a. 

b. 

c. Bandingkan hasil antara a dan b.

Apa kesimpulanmu?

2. Tentukan nilai penjumlahan yang dinyatakan dalam notasi sigma berikut.

a. Apakah  hasilnya sama dengan (7 – 3 + 1) × 5?
b. 
c. 
d. Bandingkan hasil antara c dan d. 

Apa kesimpulanmu?

Kesimpulan : Sifat-sifat apakah yang kalian temukan?

Dari Aktivitas di atas diperoleh sifat-sifat berikut.
Sifat-Sifat Notasi Sigma
Sifat-sifat lain yang berlaku pada notasi sigma adalah sebagai berikut.

Untuk Uk dan Vk adalah rumus umum suku ke-k dan p, q Ïµ B, berlaku :
Untuk Uk dan Vk adalah rumus umum suku ke-k dan p, q
Bukti:

Pada kali ini, akan dibuktikan sifat b dan e saja.

Sifat b:
sifat b notasi sigma
Sifat e:
sifat e notasi sigma
Sekarang, mari kita gunakan sifat-sifat di atas untuk menyelesaikan permasalahan notasi sigma, seperti contoh-contoh berikut.

Contoh Soal sifat-sifat notasi sigma 25 :
Hitunglah nilai dari  (k2 - 4k).

Pembahasan :

Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal di atas.

Cara 1:
 (k2 - 4k) = (12 – 4(1)) + (22 – 4(2)) + (32 – 4(3)) + (42 – 4(4))
= (1 – 4) + (4 – 8) + (9 – 12) + (16 – 16)
= – 3 – 4 – 3 + 0
= –10

Cara 2:
 (k2 - 4k) = k2 - 4k

 k2 - 4  k

(12 + 22 + 32 + 42) – 4( 1 + 2+ 3 + 4)
= (1 + 4 + 9 + 16) – 4(10)
= 30 – 40
= –10

Contoh 2: Dengan menggunakan sifat notasi sigma, buktikan bahwa
 (2k - 4)2 = 4  k2 - 16  k + 16n

Jawab :
 (2k - 4)2 =  (4k2 - 16k - 16)

 4k2 -  16k + 16  1

= 4  k2 - 16  k + 16n ............……. (terbukti) 

Contoh 3:

Ubahlah batas bawah sigma menjadi 1 dari notasi sigma berikut.

soal notasi sigma
Contoh 4:

Ubahlah batas bawah sigma menjadi 4 dari notasi sigma berikut.

soal notasi sigma dan pembahasan
4. Menyatakan Suatu Deret dalam Notasi Sigma

Notasi sigma dapat mempermudah kita dalam menuliskan jumlah bilangan-bilangan yang terpola, misalnya 2 + 4 + 6 + 8 + .... Seperti kalian ketahui, deret aritmetika dan deret geometri merupakan deret dengan suku-sukunya terpola tetap. Deret-deret seperti ini dapat kita sajikan dalam notasi sigma. Agar lebih paham, perhatikan contoh berikut.

Contoh Soal 26 :

Suatu deret dinyatakan dengan notasi sigma berikut.

a.  (2n +1)

b.  2n

Deret apakah itu? Kemudian, tentukan nilainya.

Jawaban:
a.  (2n + 1) = (2(1) + 1) + (2(2) + 1) + (2(3) + 1) + ... + (2(10) + 1)
= (2 + 1) + (4 + 1) + (6 + 1) + ... + (20 + 1)
= 3 + 5 + 7 + ... + 21

Tampak bahwa deret itu memiliki suku-suku yang selisihnya tetap, yaitu 2. Jadi, deret itu adalah deret aritmetika dengan suku awal a = 3, beda b = 2, dan U10 = 21. Nilai  (2n + 1) sama dengan nilai jumlah n suku pertama, S10. Dengan menggunakan jumlah 10 suku pertama yang kalian ketahui, diperoleh :

Sn = ½ n(a + Un) = ½ (10)(3 + 21) = 120
Jadi,  (2n + 1) = 120.
b.  = 21 + 22 + 23 + 24 + 25 + 2= 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + 64

Tampak bahwa deret itu memiliki rasio tetap, yaitu r = 2.
Jadi, deret ini termasuk deret geometri dengan suku awal a = 2 dan rasio r = 2. Oleh karena itu  = S6. Karena r = 2 > 1, kita gunakan rumus berikut.

Sn =   S6 =  = 126

Jadi,  2n = 126.

F. Deret dalam Hitung Keuangan (Pengayaan)

Pernahkah kalian mengamati kegiatan ekonomi yang terjadi di sekitarmu? Kegiatan ekonomi pada umumnya melibatkan terjadinya rotasi uang. Misalnya, terjadinya transaksi jual beli, hutang-piutang, pinjam-meminjam, dan lain-lain. Pada transaksitransaksi tersebut, biasanya dihubungkan dengan bunga.

Berkaitan dengan hal itu, pada pembahasan kali ini, kita akan membicarakan bunga tunggal, bunga majemuk, dan anuitas. Untuk mempermudah proses perhitungan bunga tunggal, bunga majemuk, dan anuitas, kalian dapat menggunakan bantuan kalkulator.

1. Bunga Tunggal

Pada suatu kegiatan (usaha) yang berhubungan dengan uang, misalnya pinjam-meminjam, biasanya jumlah nominal uang yang dibayarkan oleh seorang peminjam akan lebih besar daripada jumlah nominal uang yang dipinjamnya. Selisih jumlah nominal uang yang dipinjam dan jumlah yang dikembalikan itu dinamakan bunga. Bunga pinjaman merupakan beban ganti rugi bagi peminjam. Hal ini disebabkan peminjam menggunakan uang pinjaman tersebut untuk usaha. Besarnya bunga dipengaruhi oleh besar uang yang dipinjam, jangka waktu peminjaman, dan tingkat suku bunga (persentase).

Bunga yang dibayarkan oleh peminjam pada akhir jangka waktu peminjaman tertentu dengan besar pinjaman dijadikan dasar perhitungan dan bunga pada periode berikutnya. Jika besarnya bunga sebagai jasa peminjaman yang dibayarkan tetap untuk setiap periode, bunga itu dinamakan bunga tunggal.

Misalkan uang sebesar Rp100.000,00 dibungakan atas dasar bunga tunggal dengan tingkat suku bunga 10%. Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan pertama:

Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000,00 (1 + 10%)

Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan kedua:

Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000,00 (1 + 2 × 10%)

Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan ketiga:

Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000, 00 (1 + 3 × 10%)

Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan ke-t:

Rp 100.000,00 + 10% × Rp 100.000,00 + ... + 10% × Rp 100.000,00 = Rp 100.000,00 ( 1+ t × 10%)

Secara umum, dapat kita katakan sebagai berikut.

Misalkan modal sebesar M0 dibungakan atas dasar bunga tunggal selama t periode waktu dengan tingkat suku bunga (persentase) r.

Bunga (B) dan besar modal pada akhir periode (Mt) adalah :

B = M0 × t × r
Mt = M0(1 + t × r)

Contoh Soal Bunga Tunggal 27 :

Koperasi Lestari memberikan pinjaman kepada anggotanya atas dasar bunga tunggal sebesar 2% per bulan. Jika seorang anggota meminjam modal sebesar Rp 3.000.000,00 dengan jangka waktu pengembalian 1 tahun, tentukan

a. besar bunga setiap bulannya;
b. besar uang yang harus dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan.

Pembahasan :

Besar bunga dihitung setiap bulan.

Diketahui r = 2%, M0 = Rp 3.000.000,00, dan t = 12 bulan.

a. Besar bunga setiap bulan adalah :

B = M0 × 1 × r = Rp 3.000.000,00 × 1 × 2% = Rp 60.000,00

b. Besar uang yang harus dikembalikan sesuai jangka 12 bulan adalah :

Mt = M0(1 + t × r)
M12 = Rp3.000.000,00(1 + 12 × 2%) = Rp 3.000.000,00(1,24) = Rp 3.720.000,00

Contoh Soal 28 :

Cecep meminjam uang di suatu bank sebesar Rp 2.000.000,00 dengan suku bunga tunggal 10% per tahun. Dalam waktu 90 hari, Cecep sudah harus mengembalikan uang tersebut. Berapa bunga dan jumlah uang yang harus dikembalikannya? (Asumsikan: 1 tahun = 360 hari)

Penyelesaian :

Dari soal di atas diketahui M0 = Rp 2.000.000,00, r = 10% per tahun, dan t = 60 hari = 1/4 tahun.

a. Bunga B = M0 × t × r = Rp 2.000.000,00 × 1/4 × 10% = Rp 50.000,00

b. Jumlah uang yang harus dikembalikan Cecep adalah :

Mt = M0(1 + t × r)
= M0 + M0 × t × r
= M0 + B
= Rp 2.000.000,00 + Rp 50.000,00
= Rp 2.050.000,00

Contoh Soal 29 :

Budi meminjam uang di bank sebesar Rp 3.000.000,00 dengan menggunakan aturan sistem bunga tunggal dan tingkat bunga r per tahun. Dalam waktu satu tahun, Budi harus mengembalikan ke bank sebesar Rp 3.240.000,00. Tentukan tingkat bunga r.

Jawaban :

Dari soal di atas diketahui :

M0 = Rp 3.000.000,00
Mt = Rp 3.240.000,00

Nilai bunga dalam satu tahun adalah :

B = M1 – M0
= Rp3.240.000,00 – Rp3.000.000,00
= Rp240.000,00

sehingga tingkat bunga per tahun adalah :
Jadi, besarnya tingkat bunga per tahun adalah 8%.

Contoh Soal 30 :

Suatu modal dipinjamkan dengan menggunakan aturan sistem bunga tunggal 4% per bulan. Dalam waktu berapa bulan modal itu harus dipinjamkan agar jumlah uang yang dikembalikan menjadi empat kali modal semula?

Pembahasan :

Misalkan modal yang dipinjamkan adalah M0 .
Jumlah uang yang dikembalikan Mt = 4M0 .
Dengan tingkat bunga 4% per bulan dan menggunakan hubungan :
Mt = M0(1 + t × r)
 4Mt = M0(1 + t × 4%)
↔  = 1 + t × 4%
 4 = 1 + t × 
 t ×  = 3
 t = 75

Jadi, modal yang dipinjamkan itu akan mencapai empat kali modal semula untuk masa waktu 75 bulan.

2. Bunga Majemuk

Kalian telah mengetahui perhitungan bunga yang didasarkan atas bunga tunggal. Sekarang kalian diajak untuk memahami bunga majemuk, yaitu bunga yang dihitung atas dasar jumlah modal yang digunakan ditambah dengan akumulasi bunga yang telah terjadi. Bunga semacam ini biasanya disebut bunga yang dapat berbunga. Adapun perhitungannya dapat kalian pahami melalui perhitungan deret geometri.

Misalkan modal sebesar M0 dibungakan atas dasar bunga majemuk, dengan tingkat suku bunga i (dalam persentase) per periode waktu. Besar modal pada periode ke-t (Mt) dapat dihitung dengan cara berikut.

M1 = M0 + M0 × i = M0(1 + i)
M2 = M1(1 + i) = [M0(1 + i)] (1 + i) = M0(1 + i)2
M3 = M2(1 + i) = [M0(1 + i)2](1 + i) = M0(1 + i)3
Mt = Mt–1(1 + i) = [M0(1 + i)t + 1](1 + i) = M0(1 + i)t

Jadi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Jika modal M0 dibungakan atas dasar bunga majemuk dengan tingkat suku bunga i (dalam persen) per periode tertentu, besar modal pada periode ke-t (Mt) dapat ditentukan dengan rumus :

Mt = M0(1 + i)t

Contoh Soal Bunga Majemuk 31 :

Sebuah bank memberi pinjaman kepada nasabahnya atas dasar bunga majemuk 3% per tahun. Jika seorang nasabah meminjam modal sebesar Rp5.000.000,00 dan bank membungakan majemuk per bulan, berapakah modal yang harus dikembalikan setelah 1 tahun?

Pembahasan :

Diketahui M0 = Rp5.000.000,00, i = 3% = 0,03, dan t = 12 bulan.

Dengan demikian, modal yang harus dikembalikan setelah 1 tahun (12 bulan) adalah :

Mt = M0(1 + i)t
M12 = Rp5.000.000,00(1 + 0,03)12
= Rp5.000.000,00(1,42576)
= Rp7.128.800,00

Pada bunga majemuk, banyak periode bunga tidak harus tepat 1 bulan atau pun 1 tahun. Namun, periodenya juga dapat dalam kurun waktu tertentu, misalnya 2 bulan, 3 bulan, atau 4 bulan.

Perhatikan contoh berikut.

Contoh Soal 32 :

Ramli meminjam uang di suatu bank sebesar Rp2.000.000,00. Bank tersebut memberikan bunga atas dasar bunga majemuk 20% per tahun dengan periode pembungaan setiap catur wulan. Jika Ramli meminjam uang dalam jangka waktu 3 tahun, tentukan jumlah uang yang harus dikembalikan pada akhir tahun ke-3.

Penyelesaian :

Diketahui M0 = Rp2.000.000,00 dan i = 20% = 0,2.

Pembungaan dilakukan setiap catur wulan (4 bulan).

Jadi, banyak periode pembungaannya dalam setahun ada 12/4 = 3 kali. Jadi, jika lama peminjaman 3 tahun, banyak periode pembungaannya 3 × 3 = 9 kali. Dengan demikian, jumlah modal (uang) yang harus dikembalikan Ramli pada akhir tahun ke-3 adalah :

Mt = M0(1 + i)t
M9 = Rp2.000.000,00(1 + 0,2)9
= Rp2.000.000,00(5,159780)
= Rp10.319.560,00

Contoh Soal 33 :

Suatu modal sebesar Rp5.000.000,00 dibungakan dengan aturan sistem bunga majemuk. Setelah 10 tahun, modal itu menjadi Rp7.500.000,00. Tentukan tingkat bunga per tahun dalam bentuk persen.

Jawaban :

Dari soal di atas diketahui M0 = Rp5.000.000,00,
M10 = Rp7.500.000,00, dan t = 10 tahun.

Mt = M0(1 + i)t
↔ M10 = M0(1 + i)10
↔ 7.500.000 = 5.000.000(1 + i)10
↔ (1 + i)10 
↔ (1 + i)10 = 1,5
↔ 1 + i = (1,5)1/10
↔ 1 + i = 1,041
↔ i = 1,041 – 1
↔ i = 0,041 = 4,1%

Jadi, besarnya nilai tingkat bunga per tahun adalah 4,1%.

3. Anuitas

Pernahkah kalian memperhatikan cara pembayaran kredit sepeda motor dengan sistem bunga menurun? Biasanya seseorang yang mengkredit sepeda motor melakukan pembayaran dengan cara angsuran, yaitu sistem pembayaran atau penerimaan dengan jangka waktu tetap secara berulang-ulang sesuai kesepakatan. Angsuran ini merupakan bagian dari anuitas. Anuitas adalah sistem pembayaran atau penerimaan secara berurutan dengan jumlah dan jangka waktu yang tetap (tertentu).

Untuk dapat menentukan rumus perhitungan anuitas, perhatikan uraian berikut.

Misalkan modal sebesar M dipinjamkan secara tunai (cash), dengan suku bunga i (dalam persen) per periode waktu dan harus dilunasi dalam t anuitas setiap periode waktu. Ingat, besarnya anuitas selalu tetap. Bagaimana cara menentukan besar anuitas?

Misalkan M adalah modal yang dipinjamkan secara tunai dengan suku bunga i (dalam persen) dan anuitasnya A. Kita dapat membuat gambaran perhitungan anuitas A sebagai berikut.
perhitungan anuitas
Jika pengembalian pinjaman dilakukan:
satu kali anuitas maka  = M;
dua kali anuitas maka  = M;
tiga kali anuitas maka  = M; demikian seterusnya.

Jadi, jika pembayaran dilakukan sebanyak t kali anuitas, berlaku :

 = M
↔ A(1 + i)–1 + A(1 + i)–2 + ... + A(1 + i)–t = M
↔ A((1 + i)–1 + (1 + i)–2 + ... + A(1 + i)–t) = M

Hal ini dapat dituliskan dengan rumus berikut.

anuitas
Keterangan:

A = besar anuitas
M = modal (pokok)
i = tingkat suku bunga
t = banyak anuitas

Rumus anuitas juga dapat ditulis dalam bentuk :
Contoh Soal Anuitas 34 :

Dealer ”Lestari Motor” melayani penjualan sepeda motor dengan sistem pembayaran anuitas. Pak Dani membeli sebuah sepeda motor seharga Rp12.000.000,00 di dealer tersebut. Jika bunga yang ditetapkan pihak dealer 3% per tahun dan pelunasan dilakukan dengan 6 kali anuitas, tentukan besarnya anuitas. Kemudian, buatlah tabel rencana angsurannya.

Pembahasan :

Dari soal diketahui :

M = Rp12.000.000,00;
i = 3% = 0,03;
t = 6

Dengan menggunakan rumus anuitas dan melihat tabel, diperoleh sebagai berikut.
Karena  = 0,18459750 maka :
 (1 + 0,03)-1 = 5,4177144 (lihat tabel anuitas). Oleh karena itu,

A =  = Rp 2.215.170,01

Jadi, besar anuitas adalah Rp 2.215.170,01.

Setelah mengetahui cara menentukan besar anuitas yang harus dibayarkan, tentu kalian juga harus mengetahui besar angsuran yang telah dibayarkan sehingga kalian mengetahui sisa pinjaman setelah pembayaran anuitas pada periode ke-t. Untuk itu, perhatikan uraian di atas.

Kalian tahu bahwa besar anuitas selalu tetap. Pada contoh di atas, sisa hutang Pak Dani setelah anuitas pertama dibayarkan adalah sebagai berikut.

Pinjaman pertama + bunga – anuitas yang dibayarkan

Jadi, sisa hutang :

= Rp12.000.000,00(1 + 0,03) – Rp2.215.170,01
= Rp10.144.829,99

Dengan demikian, angsuran yang dibayarkan sebenarnya hanya selisih anuitas dengan bunganya.

Jadi, angsuran pada pembayaran anuitas pertama adalah :

Rp2.215.170,01 – 3% × Rp12.000.000 = Rp1.855.170,01.

Perhitungan ini biasanya dilakukan pada akhir periode bunga.

Misalkan:

M = hutang awal
A = besar anuitas
i = tingkat suku bunga
at = angsuran ke-t

Pada akhir periode bunga ke-1, besar angsurannya :

a1 = A – i M.

Pada akhir periode bunga ke-2, besar angsurannya :

a2 = (A – i M)(1 + i)2–1.

Pada akhir periode bunga ke-3, besar angsurannya :

a3 = (A – i M)(1 + i)3–1.

Jadi, pada akhir periode bunga ke-t, besar angsurannya

at = (A – i M)(1 + i)t–1

Dari contoh di atas, kita dapat menentukan besar angsuran ke-3 Pak Dani pada dealer ”Lestari Motor” sebesar :

a3 = (A – i M)(1 + i)3–1
= (Rp2.215.170,01 – 0,03 × Rp12.000.000,00)(1 + 0,03)2
= Rp1.968.149,86

Jadi, besar angsuran ke-3 Pak Dani adalah Rp1.968.149,86.

Misalkan :

M = hutang awal
Ht = sisa pinjaman akhir periode ke-t
A = besar anuitas
i = tingkat suku bunga
at = angsuran ke-t

Tabel rencana angsurannya adalah sebagai berikut.

Tabel Rencana Angsuran

Akhir Periode
Sisa Pinjaman
Anuitas
Beban Bunga di Akhir Periode
Besar Angsuran
ke-1
H1 = M
A
i H1
a1 = A – i H1
ke-2
H2 = H1 – a1
A
i H2
a2 = A – i H2
ke-3
H3 = H2 – a2
A
i H3
a3 = A – i H3
ke-t
Ht = Ht–1 – at–1
A
i Ht
At = A – i Ht

Dari contoh di atas, kita dapat membuat tabel rencana angsuran sebagai berikut.

Akhir Periode
Sisa Pinjaman
Anuitas
Beban Bunga di Akhir Periode
Besar Angsuran
ke-1
H1
= Rp12.000.000;
Rp2.215.170,01
iH1
= Rp360.000,00
a1
=
A – i H1







=
Rp1.855.170,01
ke-2
H2
= H1 – a1
Rp2.215.170,01
iH2
= Rp304.344,89
a2
=
A – i H2


= Rp10.144.829,99




=
Rp1.910.825,1
ke-3
H3
= H2 – a2
Rp2.215.170,01
iH3
= Rp247.020,15
a3
=
A – i H3


= Rp8.234.004,89




=
Rp1.968.149,86
ke-4
H4
= H3 – a3
Rp2.215.170,01
iH4
= Rp187.975,65
a4
=
A – i H4


= Rp6.265.855,03




=
Rp2.027.194,35
ke-5
H5
= H4 – a4
Rp2.215.170,01
iH5
= Rp127.159,82
a5
=
A – i H5


= Rp4.238.660,68




=
Rp2.088.010,19
ke-6
H6
= H5 – a5
Rp2.215.170,01
iH6
= Rp64.519,52
a6
=
A – i H6


= Rp2.150.650,49




=
Rp2.150.650,49
ke-7
H7
= H6 – a6

iH7
= 0





= 0







Setelah kalian memahami rumus untuk menentukan besarnya angsuran, sekarang kita akan menentukan rumus untuk mencari besar pinjaman. Dari rumus menentukan besarnya angsuran pada periode bunga ke-t, untuk melunasi pinjaman sebesar M dengan besar anuitas A setiap periode pembayaran pada tingkat bunga i (dalam persen) per periode pembayaran ditentukan oleh

at = (A – iM)(1 + i)t–1

Untuk nilai-nilai t = 1, 2, 3, .... n, diperoleh hubungan berikut.


a1 = (A – iM)(1 + i)1–1 = (A – iM)
a2 = (A – iM)(1 + i)2–1 = (A – iM)(1 + i) = a1(1 + i)
a3 = (A – iM)(1 + i)3–1 = (A – iM)(1 + i)2 = a1(1 + i)2
.
.
.
at = (A – iM)(1 + i)t–1 = a1(1 + i)t–1

Besarnya pinjaman M sama dengan jumlah angsuran ke-1, angsuran ke-2, dan seterusnya sampai dengan angsuran ke-t.


M = a1 + a2 + a3 + a4 + ... + at
M = a1 + a1(1 + i) + a1(1 + i)2 + a1(1 + i)3 + ... + a1(1 + i)t–1

Terlihat bahwa M merupakan jumlah n suku pertama deret geometri dengan suku pertama a1 dan rasio (1 + i). Dengan menggunakan rumus deret geometri  maka diperoleh :

 
Jadi, diperoleh rumus untuk menentukan besar pinjaman atau hutang dengan sistem anuitas adalah :

dengan :

M = besar pinjaman/hutang awal
a1 = angsuran pertama
i = tingkat suku bunga
t = periode pembayaran

Contoh Soal 35 :

Hutang sebesar M rupiah akan dilunasi dengan sistem pembayaran anuitas. Besarnya angsuran untuk tahun pertama adalah Rp400.000,00 dan tingkat bunga 10% per tahun. Jika hutang itu lunas dalam tempo 4 tahun, hitunglah besarnya nilai hutang (M) tersebut.

Penyelesaian :

Berdasarkan soal di atas, diketahui a1 = Rp 400.000,00, tingkat bunga per tahun i = 10% = 0,1, dan jangka pembayaran t = 4 tahun.

Substitusikan nilai-nilai a1, i, dan t ke dalam rumus berikut.

M = 

M = 1.856.400

Jadi, nilai pinjaman atau hutang awal tersebut adalah Rp 1.856.400,00.


Sumber : http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/05/contoh-soal-barisan-dan-deret-pengertian-rumus.html#ixzz2mciKehBj